BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Analisa gas darah merupakan salah
satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui
status oksigenasi dan keseimbangan asam basanya. Manfaat dari pemeriksaan analisa gas darah tersebut bergantung pada kemampuan dokter
untuk mengonterpretasi hasilnya secara
tepat.
Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi oksigenasi sel atau jaringan adalah jumlah oksigen yang terkandung dalam darah. Tekanan gas darah tersebut dapat
diukur dengan menganalisa
darah arteri secara langsung atau melalui pulse oksimetri dengan melihat
saturasi hemoglobin.
Analisa gas darah (AGD) telah banyak digunakan untuk mengukur pH, PaO2,
dan PCO2. Akan tetapi, makna dari hasil pengukuran tersebut
tergantung pada kemampuan dokter untuk menginterpretasikannya.
AGD biasanya diambil dari arteri radialis, meskipun
dapat juga dari arteri lainnya seperti arteri femoralis. Pengambilan darah
arteri dapat berakibat spasme, kloting intralumen, perdarahan,dan hematoma yang pada akhirnya akan menimbulkan obstruksi arteri bagian
distal. Hal ini tidak terjadi jika arteri yang ditusuk memiliki kolateral yang
cukup. Arteri radialis lebih dipilih karena memiliki cukup kolateral untuk
menghindari terjadinya obstruksi dibandingkan dengan arteri brakhialis atau
femoralis. Selain itu, letak arteri radialis lebih superfisial, mudah diraba
dan difiksasi. Darah arteri diambil sebanyak 3 ml pada spuit yang sebelumnya
telah diberikan heparin 0,2 ml. Sampel darah yang telah diambil harus terbebas
dari gelembung udara dan dianalisa
secepatnya. Hal ini disebabkan komponen seluler pada sampel masih aktif bermetabolisme, sehingga akan mempengaruhi tekanan gas.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang
,maka rumusan masalahnya yaitu :
1.
Apa yang dimaksud dengan analisa gas
darah ?
2.
Bagaimana cara mengukur tekanan gas
darah?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah ,maka
tujuan penelitian yaitu:
1 .
Untuk mengetahui pengertian analisa
gas darah
2 .
Untuk mengetahui tentang pemeriksaan
gas darah
3 .
Untuk mengetahui gangguan- gangguan
gas darah
D. MANFAAT
Berdasarkan
tujuan, maka manfaat makalah yaitu:
1 1. Dapat
mengetahui pengertian dari analisis gas darah
2. Dapat
mengetahui bagaimana pemeriksaan gas darah
3 3. Dapat
mengetahui gangguan-gangguan dari gas darah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
BGA/AGD
Analisa
gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya dilakukan untuk mengkaji
gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan
dan/atau gangguan metabolik. Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2,
HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan basa).
Gas darah
arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam
basa),oksigenasi,kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah
secara luas digunakan sebagai pegangan
dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan
gas darah juga dapat menggambarkan
hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan,
tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa
gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Pada dasarnya
pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+
dan dapat dipertahankan dalam batas
normal melalui 3 faktor, yaitu:
a.
Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4
macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
Ø Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
Ø Sistem dapar fosfat
Ø Sistem dapar protein
Ø Sistem dapar hemoglobin
b.
Mekanisme pernafasan
c.
Mekanisme ginjal
Mekanismenya
terdiri dari:
Ø
Reabsorpsi ion HCO3-
Ø Asidifikasi dari garam-garam dapar.
Ø
Sekresi ammonia
B.
Gangguan asam basa sederhana
Gangguan asam basa primer dan
kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan
persamaan Henderson-Hasselbach. Persamaan
asam basa adalah sebagai berikut
Persamaan ini
menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat
dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan
ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan
paru untuk mengubah PaCO2
(tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi.
Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.
berikut ini adalah gambaran rentang pH:
Perubahan satu
atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil
analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang sistematis.
Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan
keasaman (pH) > 7,45 disebut
alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka
disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut
asidosis/alkalosis metabolik.Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut
hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila
melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.
C.
Langkah-langkah
untuk menilai gas darah:
1.
Pertama-tama
perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis
metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia
dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah
bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal,
sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2
dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
2.
Perhatikan variable pernafasan
(PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH
untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik,
metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3
normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2
dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3
dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya
gangguan asam basa campuran).
3.
Langkah
berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang
sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4.
Buat penafsiran
tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran)
v
Rentang nilai normal
pH
: 7, 35-7,
45 TCO2
: 23-27 mmol/L
PCO2
: 35-45
mmHg BE
: 0 ± 2 mEq/L
PO2
: 80-100
mmHg saturasi O2
: 95 % atau lebih
HCO3 : 22-26 mEq/L
v
Tabel gangguan asam basa:
Jenis gangguan
|
pH
|
PCO2
|
HCO3
|
Asidosis respiratorik akut
|
|
|
N
|
Asidosis respiratorik
terkompensasi sebagian
|
|
|
|
Asidosis respiratorik
terkompensasi penuh
|
N
|
|
|
Asidosis metabolik akut
|
|
N
|
|
Asidosis metabolik terkompensasi
sebagian
|
|
|
|
Asidosis metabolik
terkompensasi penuh
|
N
|
|
|
Asidosis respiratorik dan metabolic
|
|
|
|
Alkalosis respiratorik akut
|
|
|
N
|
Alkalosis respiratorik
tekompensasi sebagian
|
|
|
|
Alkalosis respiratorik
terkompensasi penuh
|
N
|
|
|
Alkalosis metabolik akut
|
|
N
|
|
Alkalosis metabolik
terkompensasi sebagian
|
|
|
|
Alkalosis metabolic
terkompensasi penuh
|
N
|
|
|
Alkalosis metabolik dan
respiratorik
|
|
|
|
v
Klasifikasi
gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
Normal bila
tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan
melalui ventilasi.
Alkalosis
respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya
tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum
terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess
dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi.
Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis
respiratorik pada anak sakit kritis.
Asidosis
respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi
dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya,
pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan
kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal,
seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan
elektrolit berat.
Asidosis
metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di
bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan
perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
Asidosis
metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
Alkalosis
metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan
pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
Alkalosis
metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih
dari 7,50.
Hipoksemia yang
tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan
oksigen yang adekuat
Hipoksemia
terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
Hipoksemia
dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan
oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru,
atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain
seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
v
Indikasi
1.
Pasien dengan
penyakit obstruksi paru kronik
2.
Pasien deangan edema pulmo
3.
Pasien akut
respiratori distress sindrom (ARDS)
4.
Infark miokard
5.
Pneumonia
6.
Klien syok
7.
Post pembedahan coronary arteri
baypass
8.
Resusitasi cardiac arrest
9.
Klien dengan perubahan status
respiratori
10. Anestesi yang terlalu lama
D. Lokasi pungsi arteri
1.
Arteri radialis
dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
2.
Arteri brakialis
3.
Arteri femoralis
4.
Arteri tibialis posterior
5.
Arteri dorsalis pedis
Arteri femoralis atau
brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena
tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme
atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau
axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Contoh allen’s test
Minta klien untuk
mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri
radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna
jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15detik,warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif.
Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa
tangan yang lain.
v Komplikasi
Apabila jarum
sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
Perdarahan
Cidera syaraf
Spasme arteri
v Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD
Gelembung udara
Tekanan oksigen udara
adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila
tekanan oksigen sampel darah kurang
dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
Antikoagulan
Antikoagulan dapat
mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2,
sedangkan pH tidak terpengaruh karena
efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
Metabolisme
Sampel darah masih
merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh
karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam
kamar pendingin beberapa jam.
Suhu
Ada hubungan langsung
antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya
PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang
abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi
pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang
penting pada nilai oksigenasi
darah
v Hal-hal yang perlu diperhatikan
1.
Tindakan pungsi
arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
2.
Spuit yang
digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah
membeku
3.
Kaji ambang
nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
4.
Bila
menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui
kepatenan arteri
5.
Untuk
memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa
kita tarik berarti darah arteri
6.
Apabila darah
sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak
membeku
7.
Lakukan
penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada
vena)
8.
Keluarkan
udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus
9.
Ukur tanda
vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
E.
Persiapan
pasien
Jelaskan
prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan
Jelaskan bahwa
dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit
Jelaskan komplikasi yang
mungkin timbul
Jelaskan tentang allen’s test
F.
Persiapan alat
1.
Spuit 2
ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20
atau 21 untuk dewasa
2.
Heparin
3.
Yodium-povidin
4.
Penutup jarum
(gabus atau karet)
5.
Kasa steril
6.
Kapas alcohol
7.
Plester dan gunting
8.
Pengalas
9.
Handuk kecil
10. Sarung tangan sekali pakai
11. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
12. Wadah berisi es
13. Kertas label untuk nama
14. Thermometer
15. Bengkok
G. Prosedur kerja
1.
Baca
status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD
2.
Cek alat-alat
yang akan digunakan
3.
Cuci tangan
4.
Beri salam dan
panggil klien sesuai dengan namanya
5.
Perkenalkan nama perawat
6.
Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada klien
7.
Jelaskan tujuan tindakan yang
dilakukan
8.
Beri kesempatan
pada klien untuk bertanya
9.
Tanyakan keluhan klien saat
ini
10.
Jaga privasi klien
11.
Dekatkan
alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12.
Posisikan klien dengan nyaman
13.
Pakai sarung tangan sekali
pakai
14.
Palpasi arteri radialis
15.
Lakukan allen’s test
16.
Hiperekstensikan
pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
17.
Raba kembali
arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah
18.
Desinfeksi area
yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas
alkohol
19.
Berikan anestesi lokal jika
perlu
20.
Bilas spuit
ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit,
biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
21.
Sambil
mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil menstabilkan arteri
klien dengan tangan yang lain
22.
Observasi
adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa
naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
23.
Ambil darah 1 sampai 2 ml
24.
Tarik spuit
dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
25.
Buang udara yang
berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26.
Putar-putar
spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27.
Tempatkan spuit
di antara es yang sudah dipecah
28.
Ukur suhu dan pernafasan
klien
29.
Beri label pada
spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika
kilen menggunakan terapi oksigen
30.
Kirim segera darah ke
laboratorium
31.
Beri plester
dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien
yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
32.
Bereskan alat
yang telah digunakan, lepas sarung tangan
33.
Cuci tangan
34.
Kaji respon
klien setelah pengambilan AGD
35.
Berikan reinforcement positif
pada klien
36.
Buat kontrak untuk pertemuan
selanjutnya
37.
Akhiri kegiatan dan ucapkan
salam
38.
Dokumentasikan
di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah
diambil dan respon klien
BAB III
KESIMPULAN
Gas darah arteri memungkinkan
utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa),oksigenasi,kadar
karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan
basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan,
tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa
gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Faktor yang
mempengaruhi pemeriksaan AGD
Gelembung udara
Antikoagulan
Metabolisme
Suhu
Nilai pH darah yang abnormal disebut
asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2
yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan
Komplikasi
Apabila jarum
sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
Perdarahan
Cidera syaraf
Spasme arteri
Rentang nilai normal
pH : 7, 35-7,
45 TCO2
: 23-27 mmol/L
PCO2 : 35-45
mmHg BE
: 0 ± 2 mEq/L
PO2 : 80-100
mmHg saturasi O2
: 95 % atau lebih
HCO3 : 22-26 mEq/L
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: buku ajar
keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth hal 273-281