Klasifikasi
Pinjal
Pinjal
masuk ke dalam ordo Siphonaptera yang pada mulanya dikenal sebagai ordo
Aphniptera. Ordo Siphonaptera terdiri atas tiga super famili yaitu Pulicoidea,
Copysyllodea dan Ceratophylloidea. Ketiga super famili ini terbagi menjadi
Sembilan famili yaitu Pulicidae, Rophalopsyllidae, Hystrichopsyllidae,
Pyglopsyllidae, Stephanocircidae, Macropsyllidae, Ischnopsyllidae dan
Ceratophillidae. Dari semua famili dalam ordo Siphonaptera paling penting dalam
bidang kesehatan hewan adalah famili Pulicidae.
C.
Morfologi Pinjal
Menurut
Sen & Fetcher (1962) pinjal yang masuk ke dalam sub spesies C. felis
formatipica memiliki dahi yang memanjang dan meruncing di ujung anterior.
Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di belakang lekuk antenna. Kaki
belakang dari sub spesies ini terdiri dari enam ruas dorsal dan manubriumnya
tidak melebar di apical, sedangkan pinjal yang masuk ke dalam sun spesies C.
felis formatipica memiliki dahi yang pendek dan melebar serta membulat di
anterior. Pinjal pada sub spesies ini memiliki jajaran rambut satu sampai
delapan yang pendek di belakang lekuk anten. Kaki belakang dari pinjal ini
terdiri atas tujuh ruas dorsal dan manubrium melebar di apical. Pinjal
merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh berbentuk pipih
bilateral dengan panjang 1,5-4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang
betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjal mempunyai
kritin yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal sebagai pronotum, mesonotum dan
metanotum (metathoraks). Segmen yang terakhir tersebut berkembang, baik untuk
menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal tersebut saat meloncat. Di
belakang pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk
sisir, yaitu ktenedium pronotal. Sedangkan tepat diatas alat mulut pada
beberapa jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu
ktenedium genal. Duri-duri tersebut sangat berguna untuk membedakan jenis
pinjal. Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat ujung
posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan
mempunyai alat seperti per melengkung , yaitu aedagus atau penis berkitin di
lokasi yang sama. Kedua jenis kelamin mmiliki struktur seperti jarum kasur yang
terletak di sebelah dorsal , yaitu pigidium pada tergit yang kesembilan.
Fungsinya tidak diketahui, tetapi barangkali sebagai alat sensorik. Mulut
pinjal bertipe penghisap dengan tiga silet penusuk (epifaring dan stilet
maksila).pinjal memiliki antenna yang pendek, terdiri atas tiga ruas yang tersembunyi
ke dalam lekuk kepala.
D.
Daur Hidup Pinjal
Pinjal
termasuk serangga Holometabolaus atau metamorphosis sempurna karena daur
hidupnya melalui 4 stadium yaitu : telur-larva-pupa-dewasa. Pinjal betina
bertelur diantara rambut inang. Jumlah telur yang dikeluarkan pinjal betina
berkisar antara 3-18 butir. pinjal betina dapat bertelur 2-6 kali sebanyak
400-500 butir selama hidupnya.

Seekor
kutu betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan. Telurnya
tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan dan menetas dalam dua
atau lima hari. Seekor betina dapat bertelur sekitar 1.500 telur di dalam
hidupnya. Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval dan berwarna keputih-putihan.
Perkembangan telur bervariasi tergantung suhu dan kelembaban. Telur menetas
menjagi larva dalam waktu 2 hari atau lebih. Kerabang telur akan dipecahkan
oleh semacam duri (spina) yang terdapat pada kepala larva instar pertama.

Setelah
menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap sekitar rumah
dan makan dari kotoran kutu loncat (darah kering yang dikeluarkan dari kutu
loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan membuat kepompong dimana
mereka tumbuh menjadi pupa. Larva yang muncul bentuknya memanjang, langsing
seperti ulat, terdiri atas 3 ruas toraks dan 10 ruas abdomen yang masing-masing
dilengkapi dengan beberapa bulu-bulu yang panjang. Ruas abdomen terakhir
mempunyai dua tonjolan kait yang disebut anal struts, berfungsi untuk memegang
pada substrata tau untuk lokomosi. Larva berwarna kuning krem dan sangat aktif,
dan menghindari cahaya. Larva mempunyai mulut untuk menggigit dan mengunyah
makanan yang bisan berupa darah kering, feses dan bahan organic lain yang
jumlahnya cukup sedikit. Larva dapat ditemukan di celah dan retahkan lantai,
dibawah karpet dan tempat-tempat serupa lainnya. Larva ini mengalami tiga kali
pergantian kulit sebelum menjadi pupa. Periode larva berlangsung selama 7-10
hari atau lebih tergantung suhu dan kelembaban. Larva dewasa panjangnya sekitar
6 mm. Larva ini akan menggulung hingga berukuran sekitar 4×2 mm dan berubah
menjadi pupa. Stadium pupa berlangsung dalam waktu 10-17 hari pada suhu yang
sesuai, tetapi bisa berbulan-bulan pada suhu yang kurang optimal, dan pada suhu
yang rendah bisa menyebabkan pinjal tetap terbungkus di dalam kokon.

Lama
tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca, ledakan
populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai hangat. Pupa
tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus tidak aktif sampai
satu tahun. Stadium pupa mempunyai tahapan yang tidak aktif atau makan, dan berada
dalam kokon yang tertutupi debris dan debu sekeliling. Stadium ini sensitive
terhadap adanya perubahan konsentrasi CO2 di lingkungan sekitarnya juga
terhadap getaran. Adanya perubahan yang signifikan terhadap kedua factor ini,
menyebabkan keluarnya pinjal dewasa dari kepompong. Hudson dan Prince (1984)
melaporkan pada suhu 26,6 °C, pinjal betina akan muncul dari kokon setelah 5-8
hari, sedangkan yang jantan setelah 7-10 hari.

Kutu
loncat dewasa keluar dari kepompongnya waktu mereka merasa hangat, getaran dan
karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya. Setelah mereka loncat
ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai siklus baru. Siklus keseluruhnya
dapat dipendek secepatnya sampai 3-4 minggu. Umur rata-rata pinjal sekitar 6
minggu, tetapi pada kondisi tertentu dapat berumur hingga 1 tahun. Pinjal
betina bertelur 20-28 buah/hari. Selama hidupnya seekor pinjal bisa
menghasilkan telur hingga 800 buah. Telur bisa saja jatuh dari tubuh kucing dan
menetas menjadi larva di retakan lantai atau celah kandang. Pertumbuhan larva
menjadi pupa kemudian berkembang jadi pinjal dewasa bervariasi antara 20-120
hari. Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada dalam
tubuh saat membutuhkan makanan dan tidak permanen. Jangka hidup pinjal
bervariasi pada spesies pinjal, tergantung dari makan atau tidaknya pinjal dan
tergantung pada derajat kelembaban lingkungan sekitarnya. Pinjal tidak makan
dan tidak dapat hidup lama di lingkungan kering tetapi di lingkungan lembab,
bila terdapat reruntuhan yang bisa menjadi tempat persembunyian maka pinjal
bisa hidup selama 1-4 bulan. Pinjal tidak spesifik dalam memilih inangnya dan
dapat makan pada inang lain. Pada saat tidak menemukan kehadiran inang yang
sesungguhnya dan pinjal mau makan inang lain serta dapat bertahan hidup dalam
periode lama.
E.
Ekologi Pinjal
kehidupan
pinjal dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
F Suhu
dan Kelembaban
Perkembangan
setiap jenis pinjal mempunyai variasi musiman yang berbeda-beda. Udara yang kering
mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup pinjal.
Suhu dalam sarang tikus lebuh tinggi selama musim dingin dan lebih tendah
selama musim panas daripada suhu luar. Suhu didalm dan diluar sarang
memperlihtkan bahwa suhu didalam sarang cenderung berbalik dengan suhu luar.
F Cahaya
Beberapa
jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis negatif). Pinjal jenis ini bisaanya
tidak mempunyai mata. Pada sarang tikus yang kedalamannya dangkal populasi
tidak akan ditemukan karena sinar matahari mampu menembus sampai dasar liang.
Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamannya lebih dalam dan mempunyai jalan
yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar liang.
Sehingga pada sarang tikus ini banyak ditemukan pinjal.
F Parasit
Bakteri
Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit pinjal yang
mempengaruhi umur pinjal. Pinjal yang mengandung bakteri pes pada suhu 10-150C
hanya bertahan hidup selama 50 hari, sedangkan pada suhu 270C betahan hidup
selama 23 hari. Pada kondisi normal, bakteri pes akan berkembang cepat,
kemudian akan menyumbat alat mulut pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap
darah dan akhirnya mati.
F Predator
Predator
pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan populasi pinjal di sarang
tikus. Beberapa predator seperti semut dan kumbang kecil telah diketahui
memakan pinjal pradewasa dan pinjal dewasa.
F.
Jenis-jenis Pinjal
Pinjal dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
- Pinjal Kucing (Ctenocephalides felis)
v Klasifikasi:
- Domain : Eukaryota
- Kingdom : Animalia
- Phylum : Arthropoda
- Class : Insecta
- Ordo : Siphonaptera
- Family : Pulicidae
- Genus : Ctenocephalides
- Species : C. felis
v Ciri-ciri pinjal kucing:
- Tidak bersayap, memiliki tungkai panjang, dan koksa-koksa sangat besar.
- Tubuh gepeng di sebelah lateral dilengkapi banyak duri yang mengarah ke belakang dan rambut keras.
- Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk di dalam kepala.
- Bagian mulut tipe penghisap dengan 3 stilet penusuk.
- Metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago).
- Telur tidak berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas.
- Larva tidak bertungkai kecil, dan keputihan.
- Memiliki 2 ktinidia baik genal maupun pronatal.
v Perbedaan jantan dan betina:
- Jantan : tubuh punya ujung posterior seperti tombak yang mengarah ke atas, antena lebih panjang dari betina.
- Betina : tubuh berakhir bulat, antena lebih pendek dari jantan,Pinjal anjing (Ctenocephalides canis.
v Klasifikasi:
·
Domain
: Eukaryota
·
Kingdom
: Animalia
·
Phylum
: Arthropoda
·
Class
:
Insecta
·
Ordo
:
Siphonaptera
·
Family
: Pulicidae
·
Genus
: Ctenocephalides
·
Species
: C. canis
Pinjal pada anjing bersifat mengganggu
karena dapat menyebarkan Dipylidium caninum. Mereka biasanya ditemukan di
Eropa. Meskipun mereka memakan darah anjing dan kucing, mereka kadang-kadang
menggigit manusia. Mereka dapat hidup tanpa makanan selama beberapa bulan,
tetapi spesies betina harus memakan darah terlebih dahulu
sebelummenghasilkantelur. Pinjal manusia (Pulex irritans)
v Klasifikasi:
·
Kingdom
: Animali
·
Phylum
: Arthropoda
·
Class
:
Insecta
·
Ordo
:
Siphonaptera
·
Family
: Pulicidae
·
Subfamily
: Pulicinae
·
Genus
: Pulex
·
Species
: P. irritans
Pulex irritans adalah pinjal
manusia. Pinjal ini umum terdapat di California dan kadang-kadang terdapat di
kandang-kandang ayam. Pinjal tersebut dapat menyerang banyak hewan lain
termasuk babi, anjing, kucing dan tikus. Pinjal ini membawa tifus endemic. Pulex
irritans yang makan pada inangnya bisa hidup selama 125 hari dan tanpa makan
tetapi tinggal pada lingkungan yang lembab dan dapat hidup selama 513 hari. Spesies
ini banyak menggigit spesies mamalia dan burung, termasuk yang jinak. Ini telah
ditemukan pada anjing liar, monyet di penangkaran, kucing rumah, ayam hitam dan
tikus Norwegia, tikus liar, babi, kelelawar, dan spesies lainnya. Pinjal
spesies in ini juga dapat menjadi inang antara untuk cestode, Dipylidium
caninum.
2. Pinjal
tikus utara (Nosopsyllus fasciatus)
v Klasifikasi:
·
Domain
: Eukaryota
·
Kingdom
: Animalia
·
Phylum
: Arthropoda
·
Class
:
Insecta
·
Ordo
:
Siphonaptera
·
Family
: Ceratophyllidae
·
Genus
: Nosopsyllus
·
Species
: N. fasciatus
Fasciatus Nosopsyllus memiliki tubuh
memanjang, panjangnya 3 hingga 4 mm. Memiliki pronotal ctenidium dengan 18-20
duri tapi tidak memiliki ctenidium genal. Pinjal tikus utara memiliki mata dan
sederet tiga setae di bawah kepala. Kedua jenis kelamin memiliki tuberkulum
menonjol di bagian depan kepala. Tulang paha belakang memiliki 3-4 bulu pada
permukaan bagian dalam
3. Pinjal
Tikus Oriental (Xenopsylla cheopis)
v Klasifikasi:
·
Kingsdom
: Animalia
·
Phylum
: Arthropoda
·
Class
: Insecta
·
Ordo
: Siphonaptera
·
Family
: Pulicidae
·
Genus
: Xenopsylla
·
Species
: X. cheopis
Xenopsylla cheopis adalah parasit
dari hewan pengerat, terutama dari genus Rattus, dan merupakan dasar vektor
untuk penyakit pes dan murine tifus. Hal ini terjadi ketika pinjal menggigit
hewan pengerat yang terinfeksi, dan kemudian menggigit manusia. Pinjal tikus
oriental terkenal memberikan kontribusi bagi Black Death.
Xenopsylla cheopis adalah pinjal
tikus tropis. Pada tikus pinjal ini lebih umum daripada Nosopsyllus fasciatus
di Negara tropis dan banyak menyerang orang. Pinjal ini sangat penting karena
memerlukan pes (disebabkan kuman Pasteurella pestis) dari tikus kepada manusia.
Bakteri tersebut berkembang biak di dalam proventikulus pinjal sampai dapat
memenuhinya. Kemudian bila pinjal terinfeksi bakteri ini dan pinjal menggigit
korban lain, pinjal tersebut tidak dapat menghisap darah tetapi memuntahkan
bakteri ke dalam luka. Pinjal ini juga menularkan thyphus endemic (disebabkan
oleh Rickettsia typhi) dari tikus kepada manusia. X.cheopis merupakan pinjal
kosmopolitan atau synathropic murine rodent yang mempunyai ciri-ciri pedikel
panjang, bulu antepidigidal panjang dan kaku. Receptakel seminalis besar dan
berkitin dengan sudut ekor meruncing. Xenopsylla cheopis yang makan pada
inangnya bisa hidup selama 38 hari dan tanpa makan tetapi tinggal pada
lingkungan yang lembab dan dapat hidup selama 100 hari.
2.Genus Tungau
Tungau penetrans adalah pinjal
pasir. Pinjal ini merupakan pinjal yang terdapat di Negara-negara tropic dan
sub tropic, pinjal ini sering ditemukan pada orang-orang yang bekerja sebagai
penjelajah di Negara-negara tropis terutama di dataran Asia.
G.
Makanan Pinjal
Pinjal
pradewasa mempunyai struktur mulut, organ anatomi dan fisiologi yang berbeda
dengan pinjal dewasa, sehingga jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda.
Makanan larva pinjal terdiri dari bahan-bahan organic yang ada disekitarnya,
seperti darah yang dikeluarkan melalui organ ekskresi pinjal (anus), bahan
organic yang kaya akan protein dan vitamin B. Bila bahan-bahan makanan tersebut
terpenuhi, maka larva pinjal akan tumbuh secara maksimum. Pinjal, baik jantan
maupun betina merupakan serangga penghisap darah. Bagi pinjal betina, darah
diperlukan untuk perkembangan telur. Pinjal akan sering menghisap darah di
musim panas daripada musim penghujan atau dingin, karena di musim panas pinjal
cepat kehilangan air dari tubuhnya.
H.
Penyakit yang Ditularkan Pinjal
Secara
kasat mata pinjal agak sulit ditemui bila jumlah populasinya sedikit, namun
dapat dikenali dari kotorannya yang menempel pada bulu. Kotoran kutu berwarna
hitam yang sebenarnya merupakan darah kering yang dibuang kutu dewasa. Pinjal
yang menghisap darah inang juga menimbulkan rasa sangat gatal karena ludah yang
mengandung zat sejenis histamine dan mengiritasi kulit. Akibatnya hewan
terlihat sering menggaruk maupun mengigit daerah yang gatal terutama di daerah
ekor, selangkangan dan punggung. Pinjal dapat mengganggu manusia dan hewan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung biasanya berupa reaksi
kegatalan pada kulit dan bentuk-bentuk kelainan kulit lainnya. Infestasi pinjal
merupakan penyebab kelainan kulit atau dermatitis yang khas. Reaksi ini
merupakan reaksi hipersensitifitas kulit terhadap komponen antigenik yang
terdapat pada saliva pinjal. Dermatitis ini biasanya juga diperparah dengan
infeksi sekunder sehingga dermatitis yang semula berupa dermatitis miliari,
hiperpigmentasi dan hiperkeratinasi dapat berlanjut dengan alopesia difus
(kegundulan) akibat penggarukan yang berlebihan. Manusia sebagai inang
asidental dapat menjadi sasaran gigitan pinjal. Dari beberapa kasus yang pernah
ditemui gigitan pinjal ke manusia terjadi akibat manusia menempati rumah yang
telah lama kosong, tidak terawat dan menjadi sarang kucing atau tempat kucing/
anjing beranak. Pupa pinjal dapat bertahan di alam tanpa keberadaan inangnya,
akan tetapi sangat sensitive terhadap perubahan kadar CO2 dan vibrasi. Sehingga
begitu terdeteksi perubahan factor tersebut, pupa tahap akhir yang telah siap
menjadi dewasa segera keluar dari kulit pelindungnya untuk mencari dan
menghisap darah inangnya. Itulah sebabnya serangan pinjal terhadap manusia
umumnya terjadi pada keadaan tersebut. Selain gangguan langsung, pinjal juga
berperan di dalam proses penularan beberapa penyakit yang berbahaya bagi
manusia dan hewan. Contohnya adalah penyakit klasik Bubonic plaque atau pes
yang disebabkan oleh Pasteurella pestis ditularkan oleh pinjal Xenopsylla
cheopis. Jenis-jenis pinjal yang lain secara eksperimental dapat menularkan
penyakit tetapi dianggap bukan vektor alami. Pinjal juga dapat menimbulkan
alergi oleh karena reaksi hipersensitivitas terhadap antigen ludah pinjal. Pada
anjing sering ditandai dengan gigitan secara berlebihan sehingga dapat
mengakibatkan bulu rontok dan peradangan pada kulit. Kasus flea allergy
bervariasi tergantung kondisi cuaca terutama terjadi pada musim panas dimana
populasi kutu meningkat tajam. Penyakit yang berhubungan dengan pinjal yaitu
Pes. Vektor pes adalah pinjal. Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu:
Xenopsylla cheopis, Culex iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus.
Reservoir utama dari penyakit pes adalah hewan-hewan rodent (tikus, kelinci).
Kucing di Amerika juga pada bajing. Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan
atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah
tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal
yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman
tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang
sama yaitu melalui gigitan. Selain pes, pinjal bisa menjadi vektor
penyakit-penyakit manusia, seperti murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke
manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk
beberapa jenis cacing pita anjing dan tikus, yang kadang-kadang juga bisa
menginfeksi manusia.
Selain pada
manusia pinjal juga dapat mempengaruhi kesehatan hewan peliharaan seperti di
bawah ini:
- Flea Allergy Dermatitis (FAD). Penyakit kulit alergi pinjal. Waktu seekor kutu menggigit hewan peliharaan, ia memasukan ludah ke dalam kulit. Hewan peliharaan mendevelop reaksi alergi terhadap ludah/saliva (FAD) yang menyebabkan rasa gatal yang amat gatal. Tidak saja hewan peliharaan akan menggaruk atau mengigit-gigit berlebihan di daerah ekor, selangkangan atau punggung, jendolan juga akan muncul di sekitar leher dan punggung.
- Cacing Pita; Dipylidium canium. Cacing pita (tapeworm) disalurkan oleh pinjal pada tahap larva waktu makan di lingkungan hewan peliharaan. Telur-telur tumbuh di dalam kehidupan yang tidak aktif dalam perkembangan pinjal ini. Jika pinjal ini di ingested oleh hewan peliharaan waktu digrooming, cacing pita dan terus menerus berkembang menjadi cacing dewasa di usus hewan peliharaan
- Anemia; terjadi pada yang muda, yang tua atau pun yang sakit jika terlalu banyak kutu loncat yang menghisap darahnya. Gejala anemia termasuk, gusi pucat, lemas dan lesu pada hewan peliharaan.
I.
Pencegahan, Pengobatan, dan Pengendalian
Ø Pencegahan
Langkah-langkah
di bawah ini dapat dilakukan untuk mencegah keberadaan pinjal yaitu:

Seringlah menyedot di daerah dimana
saja hewan peliharaan kunjungi, khususnya di mobil jika sering berpergian,
daerah berkarpet, dan perabotan yang sering dikunjungi oleh hewan peliharaan
supaya semua kutu termasuk telur, dan pupa nya dibersihkan sebanyak mungkin.

Cucilah tempat tidur hewan
peliharaan, kasur, selimut dan barang lainnya dengan air panas jika
memungkinkan.

Ada beberapa macam spray/semprotan
yang tersedia yang bertujuan membunuh kutu loncat di lingkungan sekitarnya.

Pengobatan dilakukan dengan obat
anti kutu. Obat anti kutu hanya membunuh pinjal dewasa, pemberian obat anti
kutu perlu disesuaikan agar siklus hidup pinjal bisa kita hentikan. Pemberian
obat perlu diulang agar pinjal dewasa yang berkembang dari telur dapat segera
dibasmi sebelum menghasilkan telur lagi.

Untuk mencegah penyebaran penyebaran
penyakit yang disebabkan oleh pinjal maka perlu dilakukan tindakan pengendalian
terhadap arthopoda tersebut. Upaya yang dapat dilakukan, antara lain melalui penggunaan
insektisida, dalm hal ini DDT, Diazinon 2% dan Malathion 5% penggunan repllent
(misalnya, diethyl toluamide dan benzyl benzoate) dan pengendalian terhadap
hewan pengerat (rodent). Selain itu, dapat juga dengan cara:
S Mekanik atau Fisik
Pengendalian pinjal secara mekanik
atau fisik dilakukan dengan cara membersihkan karpet, alas kandang, daerah di
dalam rumah yang biasa disinggahi tikus atau hewan lain dengan menggunakan
vaccum cleaner berkekuatan penuh, yang bertujuan untuk membersihkan telur, larva
dan pupa pinjal yang ada. Sedangkan tindakan fisik dilakukan dengan menjaga
sanitasi kandang dan lingkungan sekitar hewan piaraan, member nutrisi yang
bergizi tinggi untuk meningkatkan daya tahan hewan juga perlindungan dari
kontak hewan peliharaan dengan hewan liar atau tidak terawat lain di
sekitarnya.
S Kimia
Pengendalian pinjal secara kimiawi
dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida. Repelen seperti dietil
toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa melindungi orang dari gigitan pinjal.
Sejauh ini resistensi terhadap insektisida dari golongan organoklor,
organofosfor, karbamat, piretrin, piretroid pada pinjal telah dilaporkan di
berbagai belahan dunia. Namun demikian insektisida masih tetap menjadi alat
utama dalam pengendalian pinjal, bahkan saat ini terdapat kecenderungan
meningkatnya penggunaan Insect Growth Regulator (IGR). Secara umum untuk
mengatasi pinjal, formulasi serbuk (dust) dapat diaplikasikan pada lantai rumah
dan tempat jalan lari tikus. Insektisida ini dapat juga ditaburkan dalam lubang
persembunyian tikus. Diberbagai tempat Xenopsylla cheopis dan Pulex irritans
telah resisten terhadap DDT, HCH dan dieldrin. Bila demikian, insektisida
organofosfor dan karbamat seperti diazinon 2 %, fention 2%, malation 2%,
fenitrotion 2%, iodofenfos 5%, atau karbaril 3-5% dapat digunakan. Insektisida
fogs atau aerosol yang mengandung malation 2% atau fenklorfos 2% kadang-kadang
juga digunakan untuk fumigasi rumah yang mengandung pinjal. Insektisida smoke
bombs yang mengandung permetrin atau tirimifos metal dapat juga digunakan untuk
desinfeksi rumah. Pengendalian pinjal di dalam ruangan terutama ditujukan
terhadap pinjal dewasa, baik pada inang maupun diluar inang. Keefektifan
insektisida pada pinjal dewasa ternyata bervariasi tergantung jenis permukaan tempat
aplikasi. Pada permukaan kain tenun dan karpet, insektisida organofosfat paling
efektif, selanjutnya berturut-turut karbamat > pirethrin sinergis >
pirethtroid. Penurunan pinjal dewasa dapat mencapai 98% selama 60 hari pada
aplikasi semprot campuran 0,25% propetamfos dan 0,5% diazinon
microencapsulated. Upaya pengendalian pinjal di daerah urban pada saat
meluasnya kejadian pes atau murinethyphus, diperlukan insektisida dan aplikasi
yang terencana dengan baik agar operasi berjalan dengan memuaskan. Pada saat
yang sama ketika insektisida diaplikasikan, rodentisida seperti antikoagulan,
warfarin dan fumarin dapat digunakan untuk membunuh populasi tikus. Namun
demikian, bila digunakan redentisida yang bekerja cepat dan dosis tunggal
seperti zink fosfid, sodium fluoroasetat, atau striknin atau insektisida modern
seperti bromadiolon dan klorofasinon, maka hal ini harus diaplikasikan beberapa
hari setelah aplikasi insektisida. Jika tidak dilakukan maka tikus akan mati
tetapi pinjal tetap hidup dan akan menggigit mamalia termasuk orang dan ini
akan menongkatkan transmisi penyakit. Sementara itu, berbagai formulasi
insektisida untuk mengendalikan pinjal dewasa pada hewan piaraan telah banyak
dipasarkan mulai dari shampoo, spray, bahan dipping (berendam), sabun foam
untuk mandi, serbuk bedak, hinggga yang bekerja sistemik seperti spoton untuk
aplikasi diteteskan/ tuang langsung ke tubuh hewan inang, collar (kerah/kalung
anti pinjal), dan oral berupa tablet oral. Akan tetapi, pemilihan jenis dan
formulasi insektisida harus memperhatikan jenis dan unur hewan inang, tingkat
investasi C. felis yang terjadi, potensi reinfeksi, perlakuan pengendalian
pinjal di lingkungan sekitar hewan juga tingkat resistensi populasi pinjal di
sekitar. Dengan semakin tingginya kesadaran untuk meminimalkan penggunaan
insektisida kimia, perhatian pengendalian terutama ditujukan dengan memutus
siklus hidup pinjal. Penggunaan bahan pengatur perkembangan serangga (IGR)
memunculkan paradigm baru dalam pengendalian pinjal. Paradigm ini berfokus pada
pengendalian stadium pra dewasa pinjal dengan aplikasi IGR, baik pada inang
maupun lingkungan. Efek kerja IGR dapat berupa penghambatan pembentukan kitin
(benzoylphenyl ureachitin siynthesis inhibitors), seperti alsistin, siromazine,
diflubenzuron dan lufenuron, atau berupa peniru hormone juvenile (mimic insect
juvenile hormone), seperti piriproksifen, fenoksikrb dan metophrene. Kedua
jenis IGR tersebut diaplikasikan baik secara kontak maupun sebagai racun perut
larva. Kemampuan beberapa jenis IGR ternyata juga berbeda-beda tergantung pada
tahap pra dewasa maupun umur setiap stadium. Metophrene sangat efektif terhadap
telur pinjal berumur muda, sebaliknya tidak terhadap telur berumur 24-42 jam
pada konsentrasi yang sama. Piriproksipen dan metophrene memiliki efek ovisidal
terhadap pinjal dewasa yang kontak dengan hewan yang telah diaplikasikan kedua
bahan ini, karena kedua bahan tersebut membunuh tahapan embrio pinjal dalam
perut. Hewan yang dimandikan dengan 26 mg metophrene dapat mencegah menetasnya telur
pinjal hingga 34 hari. Saai ini telah banyak beredar produk IGR di pasaran baik
dalam bentuk shampo, spray maupun collar bahkan oral, yang berupa tablet yang
diminumkan pada hewan piara yang bekerja secara sistemik pada darah. Tablet
yang mengandung fenuron diberikan sekali sebulan dengan dosis 30 mg/kg berat badan.
Maka pinjal betina yang menghisap darah dari kucing akan menghasilkan
telur-telur steril selama 2 minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar